Cerpen: Tinta Perjuangan
![]() |
Gambar oleh Christine Sponchia dari Pixabay |
Karya :Thoriq Edriva Hammadi
1 Juli 2006, Genta terbangun dari lelapnya tidur setelah semalaman suntuk menonton pertandingan sepakbola antara Jerman dan Brazil di warung Pak selamet. Jam saat itu menunjukkan pukul 10 pagi, Genta yang merupakan seorang anak putus sekolah hidup bermodalkan dari pemberian Bibi dan Pamannya yang merupakan pemasok telur ke kota. Ayahnya meninggal sejak Genta berumur 3 Tahun, Sedangkan Ibunya telah menikah lagi dan meninggalkannya saat ia duduk di kelas 1 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama.
“Hei nak, sini bantu Paman mengangkat telur-telur ini ke atas bak mobil” teriak Pamannya
Genta yang masi sedikit lesu bergegas keluar dan membantu Pamannya.
“Koper ini buat apa Paman?” tanya Genta dengan rasa penasaran
“Itu baju serta kelengkapan harian lain, beberapa hari kedepan Paman akan menginap dikota untuk mengurus beberapa perjanjian, kamu jaga Bibi ya” jawab Paman
Biasanya Pamannya mengantarkan telur setiap 2 kali Seminggu berangkat pagi dan kembali pada malam hari, sangat jarang ia pergi menginap apalagi dalam waktu lama.
“Hati-hati dijalan Paman” sahut Genta sambil memperhatikan mobil Pamannya pergi menuju kota
***
Pada ke esokan harinya Genta berniat meminta uang kepada Bibinya, Dia ingin pergi ke warung Pak Selamet untuk bersantai sambil menikmati kopi hangat.
“Kamu ini, selalu minta uang coba kamu itu cari perkerjaan seengaknya meringankan beban Pamanmu” tegur Bibi kepada Genta
Genta yang tertunduk malu tidak bias berkata banyak, ia hanya seorang lulusan SLTP. Jangankan gelar, ijazah SLTA pun ia tak punya, ia sudah putus sekolah sejak kelas 2 SLTA. Disaat masa-masa putus asa nya dia pun terpikirkan untuk bekerja di percetakan kecil di dekat rumah, bermodal nekat ia bergegas menuju percetakan tersebut.
“Assalamualaikum” saut Genta dengan suara lantang
“Waalaikumussalam, eh nak Genta ada apa nak?” jawab seorang lelaki berkumis tebal
Genta yang tak tau harus mengucapkan apa sempat berpikir sejenak. Dia takut perkataannya terkesan tidak sopan, karena ia jarang sekali mengobrol dengan Pak Bas, sapaan lelaki pemilik percetakan tersebut, ia adalah seorang pengusaha di kota, percetakan yang ia miliki bukanlah sumber keuangan pokoknya.
“Anu Pak Bas, Genta lagi butuh pekerjaan untuk membantu Paman dan Bibi di rumah” ucap Genta dengan nada pelan
“Wah kebetulan karyawan saya kemarin ada yang sudah pindah ke kota dan saya belum ketemu penggantinya, mungkin kamu mau” balas Pak Bas
“Syukurlah pak, saya mau pak. Tapi, kerjaannya apa ya pak?” tanya Genta
“Kamu hanya perlu melayani pembeli yang datang, bantu mereka cari barang yang mereka inginkan. Ohiya jika ada pembeli yang ingin memfotokopi kamu cukup panggil anak saya yang paling tua” jelas Pak Bas
“Baiklah Pak, saya mulai masuk kapan ya pak?” Tanya Genta lagi
“Kamu datang saja esok pagi mungkin sekitar jam 7” jawab Pak Bas
Genta mengangguk dengan wajah yang agak lega, tak perlu pikir panjang ia segera kembali kerumah untuk memberitahu Bibi bahwa ia mendapat pekerjaan. Walaupun ia tau bahwa penghasilan menjadi pegawai di percetakan tidaklah besar namun setidaknya ia sudah meringankan beban Paman dan Bibi nya.
***
1 Agustus 2006, sudah kurang lebih Empat Minggu sejak Genta bekerja di percetakan Pak Bas. Pada sore harinya saat percetakan akan tutup Pak Bas menghampiri Genta berniat memberikan gaji pertamanya.
“Hei nak, kemari” sahut Pak Bas
Genta yang bahkan tidak tau bahwa dia akan gajian pada hari itu merasa penasaran kenapa Pak Bas memanggilnya. Pak bas segera mengeluarkan dompet dari belakang kantong celananya.
“Ini upah pertama kamu, manfaatkan dengan baik ya” ucap Pak Bas sambil tersenyum kepada Genta
Dengan wajah lugu Genta tersenyum kepada Pak Bas. Dia bahkan lupa mengucapkan terimakasih, ia bergegas menuju rumah dengan perasaan riang. Sesampainya di rumah ia bergegas menghitung jumlah uang yang diberikan oleh Pak Bas, Uang tersebut berjumlah Lima Ratus Ribu Rupiah, ia sangat terkejut dengan nominal tersebut, bagaimana tidak upah minimum di Daerah nya saja Dua Ratus Ribuan.
***
4 Bulan sejak ia bekerja dengan Pak Bas, ia merasa cukup dengan penghasilannya. Dari hasil kerja kerasnya tersebut, Genta memiliki niat untuk membeli mesin tik, karena selama di percetakaan ia sangat sering membaca karya tulis orang lain di koran lokal dan hal itu membuatnya tertarik untuk menjadi seorang penulis.
“Paman, Genta berkeinginan untuk mesin tik, Paman bisa belikan tidak kalau Paman ke Kota lagi?” Tanya Genta agak sumringah
“Untuk apa? uangnya bisa kamu gunakan untuk hal lain, jangan kamu belikan hal yang tidak tidak” tegas Paman dengan nada tinggi
Genta langsung terdiam dia tak tau harus berucap apa lagi, Bibi yang sedang menjemur pakaian bergegas menghampiri mereka.
“Ada apa ini? Pagi-pagi sudah bikin rebut aja” tegas Bibi
“Dia ingin dibelikan mesin tik padahal baru menjadi pegawai di percetakan saja sudah sombong dan banyak keinginan” bentak Paman
“Heh jangan bentak dia seperti itu setidaknya ia sudah berusaha bekerja dan menghasilkan uang sendiri” balas Bibi
Suasana hati Paman sedang tidak baik saat itu, gudang penyimpanan telur yang ada di kota terbakar akibat konsleting listrik. Ya jadi wajar wajar saja ia terus marah marah hari itu. Genta yang terlanjur sakit hati mendengar perkataan Pamannya langsung berlari menyimpan kekecewaannya dan bergegas ke percetakan untuk bekerja hari itu.
“Hei, tumben sekali kamu terlambat hari ini?” Tanya seorang anak seumuran Genta, ia adalah anak Pak Bas yang paling tua, namanya Yusuf kerap dipanggil Ucup
Genta pun terus terang tentang kejadian hari itu
“Wah sabar ya Gen, mungkin Pamanmu sedang letih, ohiya kebetulan juga aku punya mesin tik yang tak terpakai di gudang belakang. Jika kamu memang ingin meminjamnya boleh kok” ucap Ucup
***
12 Maret 2007, 3 Bulan semenjak kejadian Pamannya marah kepadanya. Setelah kejadian itu ia sering menjadikan tulisan sebagai pelampiasannya, baik saat ia sedih, bahagia, bahkan kecewa. Dihari itu genta tidak bekerja karena ia sakit, Ucup pun mengunjungi Genta kerumahnya.
“Gen, ini semua tulisanmu?” tanya Ucup dengan nada kagum ketika ia melihat kertas tercecer di atas meja.
“Iya cup, buat ngisi waktu luang doang si” jawab Genta
Ucup yang terkagum dengan karya Genta yang menarik memiliki ide untuk mengirimkan karya tulisan Genta ke penerbit untuk diterbitkan. Genta setuju setuju saja, daripada karya itu hanya berserakan saja pikirnya. Pada keesokan harinya mereka berdua bergegas mengirimkan karya tulisan Genta ke pos terdekat.
***
Suda satu bulan sejak Ucup mengirimkan karya tulis milik Genta ke penerbit, tepat pada Pagi Harinya ia mendapatkan surat yang berisi bahwa penerbit setuju untuk menerbitkan buku berdasarkan tulisan yang ditulis oleh Genta.
“Genta!” teriak Ucup saat Genta tiba di percetakan
“ Ini karya tulismu diterima oleh penerbit, kamu diminta oleh mereka untuk datang ke kantor mereka di kota minggu depan” lanjut Ucup
Dengan perasaan campur aduk Genta tak tau harus bagaimana. Satu sisi ia senang karena karya tulisnya akan dijadikan buku, disisi lain ia harus pergi ke kota yang membuatnya sedikit gugup.
“Gimana caranya biar kita kekota cup?” tanya Genta dengan Nada memelas
“Tidal perlu khawatir, aku akan menemanimu. Kebetulan aku harus melanjutkan usaha bapak di kota mulai Minggu depan. Kamu bisa menginap dirumahku.
***
Minggu depannya ketika Genta sudah mendapat izin dari Paman dan Bibi ia bersiap untuk pergi dan ingin berpamitan dengan Paman dan Bibinya.
“Paman maaf ya Genta selalu menyusahkanp Paman” ucap Genta
“Enggak nak, ucapan Paman waktu itu hanya karena terbawa emosi saja. Semoga kamu sukses ya” ucap Paman sambil memeluk Genta
***
Hanya perlu waktu singkat, tulisan Genta telah menjadi buku yang sukses di Pasaran. Ia mendapat penghasilan tinggi dari karyanya tersebut, sejak saat itu ia tinggal dikota dengan membeli sebuah rumah. Ucup sekarang pun telah melanjutkan perusahaan milik Pak Bas. Mereka memiliki jalan sukses masing masing. Dan Genta membuktikan bahwa tidak perlu pendidikan tinggi untuk menjadi orang yang sukses. Asalkan kita bekerja keras dan memiliki tekad yang kuat, jalan akan selalu ada.***
Tidak ada komentar