Header Ads

Header ADS

Ada Aku dalam Diriku

Image: KartunMuslimah

 

By. Dhea Radika Putri

Dalam kehidupan, pasti kita akan diberi cobaan. Bahkan kadang cobaan itu terasa sangat berat hingga membuat kita merasa bahwa cobaan itu tak bisa dihadapi. Namun percayalah dibalik setiap cobaan itu pasti akan ada hikmahnya, disetiap kesedihan yang tuhan beri tentu akan dibalas dengan kebahagiaan pula. Setiap cobaan pasti ada pelajaran yang mengajarkan dirimu untuk menjadi lebih baik, selagi kamu menghadapinya dengan sabar dan ikhlas.

Entah harus kusampaikan dari mana, kehidupan remajaku jauh diluar bayanganku, sejak kecil aku dibesarkan oleh kakek dan nenek dan anehnya, aku menganggil kakekku dengan sebutan Bapak. Entahlah, aku hanya merasa nyaman dengan itu. Memang terkadang, aku merasa iri dengan adikku yang lebih dimanjakan dari diriku, namun bagiku mereka adalah pengganti orang tuaku yang telah tiada. Jadi, aku sangat menyayangi mereka. Banyak hal yang terjadi dimasa kecilku, mulai dari mandi disawah, memancing ikan, berburu burung hingga bermain bersama teman-teman. Semua itu sangat menyenangkan.

Seperti biasanya, adikku bersekolah di SD 1 Palembang dan aku bersekolah di SMPN 1 Palembang. Selisih kami 5 tahun, jadi wajar saja ia selalu dimanjakan, karena sekolah kami tidak begitu jauh jaraknya, jadi aku bisa menjemputnya dan pulang bersama tentunya. Jika ada waktu luang disekolah, menggambarlah hobiku. Entah mengapa pensil dan aku saling tidak bisa dipisahkan sebab Pensil itu selalu berada di atas telingaku, jadi kami selalu bersama sepanjang waktu. Memang terdengar konyol, tetapi inilah hobiku.

Semua terasa indah dan baik-baik saja, tetapi ketenangan serta kebahagiaan itu hancur ketika dimana aku melihat adikku berjalan tergesa-gesa menuju ke arah kelasku membawa kabar yang tak pernah aku kira, bahwa nenek dan Bapak meninggal akibat kecelakaan. Mendengar itu, air mataku jatuh tak terbendung, rasa tak percaya dan hatiku mengatakan bahwa ini mimpi. Diriku bertanya-tanya , mengapa, mengapa aku harus mengalami semua ini. Saat aku pulang dan memasuki rumah kami, sehelai kain putih menyelimuti mereka, disaat itu juga hatiku membeku, entah bagaimana rasa sedih ini tak dapat dijelaskan lagi. Rasanya aku tidak sanggup hidup tanpa mereka. bagaimana caraku melanjutkan kehidupan ini tanpa adanya mereka, pikiran itu yang mengitari otakku saat itu.

1 bulan berlalu, tetapi rasa sedih itu masih membekas dan hatiku saat mengenang keduanya bahkan rasa sedih itu sangat terasa di hatiku yang paling dalam lalu aku menyadari bahwa hidupku masih harus berlanjut, bahwa aku tidak sendirian, bahwa semua yang telah terjadi pasti ada hikmahnya dan aku harus kuat, aku pasti BISA. Kukuatkan tekadku, kutenangkan hatiku, mencoba menghapus segala rasa sakit yang masih sampai saat ini menggores hatiku, sejenak aku terdiam dan menjernihkan pikiranku, dan berdoa kepada tuhan “Ya Tuhan, berikanlah pengampunan kepada orang tua serta Bapak nenekku. Berikanlah ketenangan pada mereka, tempatkanlah mereka ditempat yang paling indah di sana dan berikanlah aku kekuatan agar aku dapat menjaga dan membahagiakan adikku, ia masih kecil dan masih membutuhkan kasih sayang. Maka dari itu, kuatkanlah aku Ya Tuhan”. Bagaimanapun, aku tahu Tuhan selalu berada disampingku, Ia akan menunjukkan jalan terbaik untukku. Ia pasti menggantikan semua kesedihan ini dengan senyuman bahagia.

Hidup ini butuh biaya, kami hanya berdua, untuk menafkahi kehidupan kami, aku menjual kaos putih yang ditengahnya merupakan kaya diriku. Aku melukis dengan kuas serta cat ku, walaupun hasilnya tak seberapa, namun cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Benar cukup, tetapi tidak untuk biaya sekolah, kalimat itu selalu tengiang-ngiang dalam pikiranku. Hingga akhirnya aku harus berhenti sekolah dan fokus untuk mencari uang untuk sekolah adikku. Terlebih ia sangat ingin dibelikan kue pada ulang tahunnya ke 7 tahun itu. Akhirnya aku benar-benar fokus mencari uang untuk memenuhi kebutuhan dan membelikan ia kue ulang tahun.

Saat sedang melukis kaos, terlihat seorang turis sedang melihat-lihat baju hasil karya ku yang tergantung didepan rumahku. Melihat lukisanku yang tertuang di kaos putih itu, ia bertanya apakah aku yang membuatnya, tentu saja kujawab iya. Kemudian ia kembali bertanya apakah aku mau ikut perlombaan melukis tingkat Internasional. Awalnya aku tidak mau karena mungkin Tingkat Nasional itu bukan kemampuanku, aku hanyalah seorang gadis yang suka melukis dan berjualan baju untuk menafkahi adikku. Tetapi, turis itu terus meyakinkanku bahwa aku pasti bisa dan jika menang akan mendapatkan uang puluhan juta. Mendengar  hal itu,  aku terpikir jika aku menang aku dapat membelikan adikku kue ulang tahun dan lagipula apa salahnya mencoba, menang atau tidaknya urusan belakangan. Yang terpenting adalah usaha dan doa.

                                                     ***

Tibalah saat dimana hari perlombaan itu dimulai, aku bingung harus melukis apa dengan tema “AKU”. 15 menit kuhabiskan hanya untuk memikirkan apa yang harus aku lukis. Akhirnya aku memutuskan untuk melukis seorang anak yang sedang tertawa dibawah derasnya hujan. Bukan karena apa-apa, tetapi karena makna dari hal itu sangatlah begitu dalam bagiku. Aku melukis gambaran itu karena pengalaman hidupku, aku mengibaratkan hujan sebagai tangisan dan anak itu adalah aku. Aku melukiskan, seorang aku yang harus tersenyum di dalam pedihnya kesedihan yang kualami. Seorang AKU yang mingkin di luar bayanganku, seorang aku yang lebih kuat dari pada yang aku pikirkan, karena aku tahu, ada aku di dalam diriku yang lebih dari pada apa yang aku dan mereka lihat. Ada aku dalam diriku yang lebih dari aku dan mereka bayangkan. Tak terasa ternyata waktu perlombaan itu telah selesai, saat nya aku menunggu pengumuman. Aku tidak mengharapkan apapun dari semua ini, aku hanya berusaha dan berserah diri kepada-Nya. Saat mereka mengumumkan juara 123, bukanlah namaku yang diumumkan, aku tersenyum, “tidak apa-apa, mungkin aku belum berusaha keras, ” dalam hatiku mengucap, tetapi ternyata, juri sudah memutuskan untuk menambah pemenang karena kisah dan maknayang tergambarkan dalam lukisan itu sangat menyentuh, maka lukisan itu dikategorikan sebagai Pemenang Istimewa. Dan pemenangnya akan mendapatkan 5 juta rupiah. Dan tenyata aku... akulah yang mereka panggil. Aku yang memenagkan juara istimewa itu.

Mendengar bahwa aku yang mendapatkan juara itu, aku tidak menyangka seperti mimpi aku dapat memenangkan perlombaan itu dan  mendapatkan uang sebesar 5 juta, aku teringat besok adikku berulang tahun. Untunglah ia tidak mengetahui semua ini, kemudian aku langsung membelikannya kue dan hadiah ulang tahun selepas perlombaan itu, walaupun aku sempat bingung, saat aku mengatakan beberapa kalimat saat berpidato menerimah hadiah, ada seorang ibu dan Bapak yang memberikan tepuk tangan paling meriah sambil menangis melihatku.

Keesokan harinya, saat adikku pulang sekolah, tiba-tiba aku mengejutkannya di depan pintu dengan memegang kue ulang tahun dan hadiah sambil menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuknya. Untuk adikku yang menemaniku Saat aku merasa kesepian. Dan tentu saja, ia sangat bahagia, karena ini semua yang ia inginkan. Saat memotong kue, tiba-tiba seorang lelaki dan wanita datang mengetuk pintu rumah kami. Mereka datang dengan membawa senyum bahagia. Setelah aku lihat, mereka ternyata adalah ibu dan Bapak yang diperlombaan tadi. Mengapa mereka ada disini...?. Bapak tersebut langsung memegang tanganku dan mengucapkan selamat atas keberhasilanku serta langsung menawarkan dirinya untuk menjadi orang tua angkat kami. Adikku yang sedang makan kue itu langsung memeluk ibu-ibu tersebut dan mengatakan “iya, kami sangat ingin memiliki orang tua, kami mau menjadi anak angkat ibu dan Bapak”.

Setelah masalah persurataan selesai, akhirnya aku dan adikku resmi menjadi anak angkat ibu dan bapak  tersebut. Adikku sangat bahagia sampai ia mengatakan banyak terima kasih pada orang tua kami yang mau mengangkat kami. Tapi tanpa disangka, adikku yang tak dewasa itu mengatakan “Terima kasih,kak, kau sudah memberikan hadiah ulang tahun yang terbaik kapadaku, aku menyayangimu”. Mendengar hal itu air mataku kembali mengalir, tetapi berbeda jika dulu aku menangis akibat terluka, namun sekarang aku menangis karena bahagia. Dan dari semua ini aku menyadari bahwa kita harus mencintai rasa sakit dan kepedihan yang kita alami. Jika ingin menangis, menangislah tetapi kita harus ingat satu hal, bahwa hidup masih berlanjut dan kita harus tetap berusaha dan percaya kepada karunia Tuhan, karena kesedihan itu akan berubah menjadi kebahagiaan dan membawa senyuman. 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.