Header Ads

Header ADS

Senyum Di Balik Kegelapan

Image: creatividadjeronimo.blogspot.com
By. Fachri Alief Faizah

Dalam kesuksesan hal instan tidak berlaku, kamu harus mengerahkan daya dan upaya yang kemu miliki untuk menggapai kesuksesan. Nikmatilah proses yang panjang, dari proses tersebut kamu bisa mendapatkan pelajaran berharga. Jangan mudah menyerah, dan ingatlah bahwa semua usaha akan membuahkan hasil.

Sudah beberapa hari Amad tinggal di kampung halamannya sejak kepergianya untuk mencari ilmu di kota. Baru kali ini Amad pulang ke kampung halamannya setelah sekian lama merantau untuk menggapai cita-citanya, maksud Amad pulang karena untuk melepas rasa rindu yang terpendam kepada ibunya yang sedang sakit-sakitan.

Lain dulu lain pula sekarang. Bertambah hari bertambah juga kemajuan, kini kampungnya telah mengalami banyak perubahan, pohon-pohon yang dulu yang kuning dan kering, kini telah hijau dan segar barangkali akibat penduduk desa yang kini telah banyak mau mengatur pola pengembangan desa, sedangkan rumah Amad tetap seperti dulu.

Kini di desa sepi dengan segala polusi, yang ada hanya petani yang sibuk menanam padi dan anak gembala yang memainkan sulingnya di tengah padan rumput yang hijau, Amad cukup terhibur dengan panorama desanya yg penuh dengan keasrian. Namu berbeda dengan hati Amad, ia pulang karena mendapatkan surat dari adiknya yang berisi tentang keadaan ibunya yang sedang sakit keras. Memang benar, malahan ibunya tak dapat baralih dari tempat tidurnya, berbaring terus menerus sedangkan Amad di perkuliahannya sebantar lagi akan menghadapi ujian akhir, sungguh sedih hati Amad untuk menerima kenyataan ini.

Di rumahnya Amad tidak dapat belajar, ia sibuk merawat ibunya yang sedang sakit padahal ujian akhir di perkuliahannya sebentar lagi akan di mulai

“Kak, apa yang bisa kita perbuat untuk menyembuhkan ibu”, ucap adiknya

Amad diam, tak sepatah katapun ia keluarkan, di hatinya bergejolak rasa sedih bercampur dengan pikiran yang kacau.

“Tuhan apa dosaku, mengapa ini harus terjadi dalam kehidupanku?”, bisik hati Amad

“Bagaimana kak? Kita tak punya uang, beras pun telah hampir habis”

Hati Amad tambah pedih mendengar penjelasan adiknya. “Tak punya uang, beras menipis” tak kalah perih hati Amad dengan goresan silet pada kulit

“Tenaglah dik” hanya itu kata yang keluar dari mulut Amad. Kata itu dkerluarkan dengan paksa akibat dada dan batin terasa sakit menusuk

“Ibu perlu pengobatan segera, kak”,ucap adiknya

“Tapi apa yamg bisa kita perbuat, dik”

“Menjual ini...”adiknya menunjuk sebuah gelang

Amad ingat, gelang itu adalah pemberian ayahnya sebelum ia merajut tali pernikahan dengan ibu yang kutitipkan kepada adik sebelum kepergianya menimba ilmu

“Simpan saja cincin itu, dik”, pinta Amad dengan nada berat

“Lantas, bagaiman kita membantu ibu”

“Kakak akan berusaha mencari uang, dan membelikan obat untuk ibu

“Kakak akan mencari pekerjaan”

“Benar kak”

“tentu, dik “

Satu setengah hari Amad meningalkan rumah. Kesana-kemari mencari pekerjaan tapi tak kunjung ia menemukan lowongan pekerjaan, namun Amad tak mudah menyerah ia tetap semangat mencari pekerjaan demi kesembuhan ibunya, dan pada akhirnya ia menemukan lowongan pekerjaan yakni membantu memindahkan jeruk untuk dibawa ke kota, dari pekerjaanya tersebut ia hanya mendapatkan upah dua puluh ribu rupiah.

Uang itu akan digunakan untuk membeli obat, dan sisanya untuk membeli beras, atas usahanya ibunya semakin membaik.

Amad pun sangat senang dapat membelikan ibunya obat, tetapi rasa senang itu hanya bertahan sebentar, setelah Amad ingat bahwa ujian akan diadakan dua hari lagi. Hal itu sangat menggangu ketenangan pikiran Amad, apakah dia harus meningalkan ibunya yang sedang sakit? Atau tinggal di rumah menunggu kesembuhan ibunya? Dua masalah itu membebani pikiranya yang tak dapat ia temukan jawabanya.

“Kak, ujianya kapan?”, tanya adiknya

Pertanyaan itu menambah rasa perih di hati Amad, tak tahu harus menjawab apa ia pun diam tanpa sepatah katapun ia keluarkan, dan tak terasa tetes matapun mulai berjatuhan karna tak tega meningalkan ibunya yang tak bisa beralih dari tempat tidurnya, ibunya hanya bisa berbaring sambil menahan rasa sakit.

“Kak kenapa kakak menangis”, tanya adiknya “apakah pertanyaan ku tadi yang membuat kakak menangis”

“Bukan dik, kakak menangis karna melihat ibu terbaring menahan sakit”, jawab Amad dengan tenang

“Sudah mad, jangan cemaskan ibu sana gapainlah cita-citamu, kan ada adik mu yang menjaga ibu”, ucap ibu amad

Amad tak mau meningalkan ibunya, tetapi ia harus melakukan itu untuk meraih cita-citanya, tak terasa satu hari telah berlalu, dan ujian akan segera berlagsung satu hari lagi.

“Amad”, panggil ibunyan dengan nada lesu

“iya bu, ada apa”

“Pergilah ke kampus, ujian akhir akan segera dilaksanakan”

“Tapi bu”, bantah Amad

“Sudahlah jangan cemaskan ibu, pergilah gapai cita-citamu demi masa depan yang cerah”

“Baiklah bu Amad akan pergi”, jawabnya sambil menangis

“Amad jangan menangis, doakan saja ibu agar lekas sembuh, tangisan mu tak akan bisa menyembuhkan ibu, tangisanmu hanya menyampaikan dukamu hidup dan mati ada di tangan tuhan, pergilah demi masa depan mu kelak,

Tetapi Amad masih tak tega untuk meningalkna ibunya, selang beberapa waktu hati Amad pun cerah, ia menggambil keputusan untuk berangkat ke kota untuk melaksanakan ujian, tetapi di balik cerahnya hati Amad terselip juga kesulitan untuk berangkat karna tidak ada uang untuk perbekalan

“Dik...”, Amad memanggil adiknya

“Ada apa kak”

“kakak, tidak ada perbekalan untuk ke kota”, lalu Amad menyuruh adiknya pinjam uang dengan pak Adi buat ongkos dan bekal di sana

Adiknya pun pergi ke rumah pak Adi untuk meminjam uang, adiknya pun memberikan uang hasil pinjaman dari pak Adi, Amad pun segera bersiap-siap untuk ke kota, tetapi sebelum pergi ia terlebih dahulu pamit kepada ibunya agar tak tersimpan rasa rindu yang akan menggangu pikiran Amad

“Bu Amad pergi”

“Ya, hati-hati di jalan nak”, jawab ibunya

Amad pun segera berangkat ke kota, ia pun terus giat belajar agar mendapatkan hasil yang memuaskan, supaya ia dapat membanggakan ibunya. Setelah enam bulan pergi Amad pun kembali ke kampung halamnnya, dengan membawa kabar gembira, bahwa Amad telah menyandang gelar sebagai sarjana. Tugas dan tanggung jawab yang berat sekarang ada di pundaknya.

Tetapi di atas kegembiraan tersebut, masih terselip kesedihan bahwa penyakit ibunya bertambah parah. Amad pun segera membawa ibunya ke rumah sakit untuk pengobatan

“Amad selamat atas kesuksesanmu ya nak”, ucap ibunya

“Trima kasih bu, tetapi untuk sekarang lebih baik beristirahat terlebih dahulu, demi kesembuhan ibu”

“Kak terima kasih atas apa yang telah kakak perbuat untuk kesembuhan ibu”ucap adiknya

“Sama-sama,  semua ini sebab bantua darimu, sekarang mari kita berdoa demi kesembuhan ibu”, ”baik kak”.

Setelah sekian lama di rumah sakit, dan ibu Amad telah mengalami banyak perubahan, dan pada akhirnya ibu Amad pun sembuh

Yang dulunya keluarga Amad, di selimuti kabut yang tebal namun sekarang kabut itu telah pergi menjauh akibat usaha yang tekun, dan keluarga Amad telah ceria. Setiap harinya pasti dipenuhi dengan senyuman dan kebahagiaan. ***

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.