Dua Pilihan
![]() |
Image: tribunmanado.co.id |
By. Karina Handini
Enam belas tahun yang lalu tepat tanggal 31 agustus. Disalah satu rumah sakit di Aceh. Lahir sepasang anak kembar, namanya Alvia Fadhila Rahmani dan Alvian Fadhil Rahman. Anak kembar dengan paras lucu dan cantik . Hidung mancung, kulit putih, alis yang tebal, dan bulu mata yang lentik persis seperti ayah dan ibunya. Kini mereka telah beranjak remaja.
Tetesan air hujan jatuh membasahi tanah. Aroma tanah yang khas mengawali pagiku. Mentari masih malu untuk muncul menyapaku. Berbeda dengan angin yang lebih berani membelaiku dengan rasa dinginnya. Pagi ini cuaca sangat dingin, aku jadi malas untuk bersekolah.
Seperti biasanya, kami mengawali
pagi dengan shalat subuh berjama’ah diruang shalat. Setelah shalat kami mulai
melakukan aktivitas masing-masing. Hari ini aku dan alvian mulai bersekolah
kembali. Usai libur akhir semester. Aku dan alvian pergi ke sekolah bersama.
Awal masuk SMA kami sering dikira
pacaran, padahal kami adalah saudara kembar yang hanya beda 5 menit saat proses
persalinan. Tetapi sekarang para guru dan temanku sudah tahu bahwa kami saudara
kembar. Jalanan yang kami lalui cukup macet karena ini hari pertama aktivitas
belajar mengajar dimulai. Di perjalanan aku berharap semoga saja kami tidak
terlambat masuk sekolah.
Tepat pukul 07:00 kami sampai di
sekolah
“ Untung gerbangnya belum tutup.”
Ujarku.
“Wajar gerbangnya belum tutup,
inikan tahun ajaran baru. Mungkin ada toleransi untuk ini.” Jawab alvian. Usai
berbicara kami langsung beranjak ke kelas masing-masing. Aku dan alvian tidak
satu kelas.
Aku penasaran dengan suasana kelas
baruku, ditambah lagi aku juga rindu dengan sahabatku Kayla Putri. Aku
memanggilnya Kayla, dia sahabatku dari SMP dan sampai SMA pun kami tetap
bersahabat. Kayla adalah perempuan yang dikagumi Alvin. Tetapi Alvin tidak
berani mengungkapkan perasaannya, katanya dia tidak ingin pacaran takut dosa.
Langkah kakiku berhenti di depan
salah satu kelas. Aku melihat sosok perempuan bermata sipit dan berkulit putih,
dia adalah Kayla. Sontak dengan rasa rindu yang menggebu-gebu aku langsung
memeluknya.
“Rindu,” ujarku.
“Aku juga rindu, lama tidak bertemu
denganmu. Ayo masuk ke kelas baru kita,”
balas Kayla.
“
Alvia, katanya hari ini KBM belum dimulai loh.” Kata Kayla
“Kamu
tahu dari siapa?” Tanyaku.
“Dari ketua OSIS, dia bilang hari
ini khusus demonstrasi dan perkenalan seluruh
ekskul untuk murid baru,” jawab Kayla.
“Jadi kita nanti disuruh
melihat semua ekskul dilapangan?” tanyaku.
“Iya, nanti semua siswa disuruh berkumpul dilapangan untuk
menyaksikan demonstrasi dari semua ekskul yang ada,” lanjut Kayla.
Waktu yang ditunggu tiba, semua
siswa duduk mengelilingi lapangan untuk menyaksikan penampilan dari
masing-masing ekskul. Antusias para murid sangat terlihat. Saat ini sedang
berlangsung penampilan dari tim basket sekolah. Semua siswi bersorak kagum melihat
sosok murid laki-laki yang berparas tampan. Tak terkecuali aku dan Kayla.
Dia adalah Zain attar, awalnya aku
belum tahu namanya. Setelah bertanya dengan Kayla akhirnya aku tahu. Zain
adalah kapten tim basket sekolah kami. Postur tubuh yang bagus serta paras yang
tampan membuatnya dikagumi banyak murid.
Satu, dua, tiga penampilan dari
eskul telah kami saksikan. Aku dan Kayla merasa bosan dan jenuh. Akhirnya kami
bergegas ke kantin untuk mengisi kebosanan kami. Aku dan Kayla sibuk bercerita
mengenai liburan kemarin. Sampai tak sadar bahwa ada sekumpulan anak basket
yang memperhatikan kami, mungkin karena tawa Kayla dan aku yang terlalu keras.
Karena tak nyaman diperhatikan, kami
sedikit menjauh dari mereka. Obrolan kami tetap berlanjut walaupun sedikit
terganggu. Kayla masih dengan ceritanya yang lama, kakak kelas yang dia kagumi.
Dan aku hanya mendengar ceritanya walaupun sedikit iri karena tak ada yang
mengagumiku.
“Menurutmu bagaimana penampilan dari
tim basket sekolah kita kay?” tanyaku.
“Mereka sangat baik dalam memainkan
bola, ditambah lagi paras mereka juga lumayan tampan. Ini yang membuat semua
murid tertarik menyaksikan pertandingannya. Apalagi kamu sampai- sampai tak
berkedip,” jawab Kayla.
“Memang benar sih, lagi pula aku tak
begitu kenal dengan anak-anak basket di sekolah kita. Wajar jika aku sedikit
kagum melihat paras mereka tadi,” tambahku.
“Ah itu hanya alasan mu saja Alvia,
jangan-jangan kamu suka dengan zain,” ujar Kayla.
“Penjelasanmu
berlebihan kay. Aku lebih suka cowok yang biasa-biasa saja, yang tidak suka
tebar pesona sama banyak murid perempuan,” ucapku.
“Hush, jangan keras-keras bicaranya.
Tuh disamping kita banyak anak basket, kan tidak enak jika mereka mendengar
pembicaraan kita,” bisik Kayla.
Bel pulang berbunyi. Aku
dan Kayla bergegas menuju kelas untuk mengambil tas dan segera pulang kerumah.
Aku ditemani Kayla menuju parkiran sekolah. Kayla lebih dulu pulang karena dia
membawa kendaraan pribadi, sedangkan aku harus menunggu Alvin dulu.
Panas matahari sangat terik, aku
masih menunggu Alvin. Aku sedikit kesal karena harus menunggu lama. Tiba-tiba
ponsel ku berdering, ada pesan masuk dari Alvin. Dia bilang dia tidak bisa
mengantarku pulang karena ada urusan mendadak disekolah. Alhasil aku harus
menunggu angkutan umum di depan sekolah.
Ketika sedang menunggu, sebuah motor
berhenti di depanku. Perlahan kaca penutup helm terbuka. Sosok laki-laki mulai
terlihat olehku, dia adalah Zain. Awalnnya aku sedikit terkejut, tetapi setelah
melihatnya aku biasa saja.
“Kamu Alvia kembarannya Alvin,
bukan?” tanya zain .
“Iya, aku Alvia. Kamu kenal sama
Alvin?” tanyaku.
“Alvin itu teman satu tim basket
denganku. Oh ya bukannya Alvin sedang ada urusan makanya dia tidak bisa
mengantarmu pulang. Kalau begitu mari aku antar kamu pulang,” tawar Alvin.
“Memangnya kamu tahu alamat
rumahku?” tanyaku.
“Sebenarnya belum tahu, tapikan kamu
bisa tunjukin jalannya. Ayo naik kemotorku,” jawabnya
Awalnya aku merasa ragu untuk
menerima tawaran dari zain, tapi jika aku menolak aku akan ke sorean sampai
kerumah, akhirnya aku menerima tawarannya. Diperjalanan tak seorang pun dari kami melontarkan kata
sembari membuka obrolan. Mungkin karena kami belum akrab.
Tepat pukul 12.30 aku tiba dirumah.
“Terimaksih zain, sudah mengantarku
pulang,” ucapku.
“Sama- sama, titip salam untuk Alvin
ya,” balas Zain.
“Tenang saja nanti aku sampaikan.
Hati-hati dijalan ya.” Ujarku
Motor itu menjauh dari pandanganku.
Aku masih tak percaya bahwa kapten basket sekolahku mengantarku pulang.
Tiba-tiba Alvin keluar dari rumah dan langsung menghampiriku.
“Senang
ya diantar sama kapten basket sekolah. Hati-hati jangan- jangan cuma modus Zain
saja,” ledek Alvin.
“Jangan
suudzon sama zain, mungkin dia memang niat mengantarku pulang,” jawabku dengan
kesal.
“Loh mengapa kamu sudah ada di
rumah?, bukannya tadi ada urusan mendadak di sekolah,” tanyaku.
“Oh
tadi itu ada adik kelas yang mau ikutan ekskul basket, jadi aku ajak ngobrol
dulu biar lebih akrab,” jawab Alvian.
Saat
jam istirahat. Aku dan Kayla menuju kantin, tiba-tiba Zain menyapaku. Aku juga
membalas sapaan Zain, tetapi Kayla hanya tertawa kecil melihat tingkahku itu.
Aku bingung kenapa Kayla tertawa melihatku membalas sapaan Zain.
”Sepertinya
ada yang suka sama kamu Al.” Ledek Kayla
“Hush,
zain hanya menyapaku. Lagi pula aku tidak suka dengan zain,” jawabku.
“Perasaan
itu tidak bisa dibohongi, wajahmu merona Alvia. Tandanya kamu lagi kagum sama
seseorang,” ujar Kayla.
“Kenapa
kita sibuk membicarakan Zain, lagi pula perutku lapar ayo pesan makanan saja,”
ucapku untuk mengalihkan pembicaraan.
Setelah
memesan makanan, kami mencari meja kosong untuk menyantap makanan. Tiba-tiba
Zain muncul dan meminta izin untuk duduk di sebelahku. Aku pun
memperbolehkannya, asalkan harus sedikit menjaga jarak. Karena kantin masih
ramai dengan murid di sekolah ini.
Aku dan zain sudah lumayan akrab.
Ternyata zain adalah teman yang cukup menyenangkan untuk diajak berbicara. Aku
dan zain hanyut dalam obrolan yang menyenangkan. Namun, aku melihat keanehan
pada Kayla. Dia agak sedikit kesal karena aku sibuk berbicara dengan zain dan
tidak memperdulikan keberadaannya.
“Maaf kay, kami sibuk mengobrol
sampai-sampai tidak memperhatikanmu,” ucapku.
“Oh tidak masalah. Lagi pula aku
sudah selesai makan. Aku ke kelas dulu ya,” ucap Kayla dengan ekspresi kecewa.
“Hati-hati Kayla. Nanti aku akan
menyusulmu ke kelas,” jawabku.
Bulan dan bintang sangat indah malam
ini. Aku sangat senang malam ini karena tak ada tugas sekolah yang harus
dikerjakan. Memainkan ponsel dan mengecek social media adalah kebiasaanku
ketika tidak ada tugas. Mengobrol lewat social media dengan zain juga tetap
menyenangkan.
Pagi ini, aku dan Alvin sedikit
kesiangan. Untung saja tidak terlambat masuk sekolah. Aku berjalan di koridor
kelas dan bertemu dengan zain. Kami mengobrol dikoridor sekolah. Zain memintaku
untuk menemaninya pergi ke toko buku dan aku pun menerima permintaanya.
“Kamu mau temanin aku ke toko buku?”
tanya zain.
“Mau, lagi pula aku tidak ada janji
dengan Kayla,” jawabku.
“Oke nanti aku tunggu didepan
gerbang sekolah,” ucap zain.
“Baiklah, sampai ketemu di gerbang
sekolah,” ujarku.
Di kelas, aku melihat Kayla sedikit
murung. Tidak biasanaya dia seperti ini. Mungkin dia ada masalah dengan
keluarganya pikirku. Tidak tega melihatnya seperti itu, akhirnya aku
memberanikan diri untuk menanyakan keadaannya.
“Kayla kenapa kamu terlihat murung?.
Apakah kamu ada masalah dengan keluargamu atau kamu belum sarapan?” ledekku.
“Tidak apa-apa, lagi pula aku sudah
sarapan. Terimaksih sudah peduli
denganku,” jawabnya kesal.
Aku tidak begitu menghiraukan
perkataan Kayla. Dia memang seperti itu saat sedang kesal. Entah kenapa
akhir-akhir ini kami tidak begitu akrab. Tetapi aku berharap persahabatan kami
tidak hancur.
Setelah pulang sekolah, aku dan zain
langsung menuju toko buku. Ternyata aku dan zain memiliki hobi yang sama, yaitu
mengoleksi komik. Saat menuju ke kasir, ponselku berdering. Ada pesan dari
Kayla. Aku baru ingat bahwa hari ini
kami janjian untuk merayakan ulang tahunnya. Bagaimana bisa aku lupa dengan
hari ulang tahun sahabatku. Aku langsung meninggalkan zain dan menuju rumah
Kayla.
Tiba di rumah Kayla, aku langsung ke
kamarnya. Aku melihatnya menangis terseduh-seduh. Tak sadar aku juga ikut
menangis. Aku sadar ternyata selama ini
aku terlalu sibuk dengan seorang lak-laki yang baru aku kenal. Sampai-sampai
sahabatku kecewa dengan sikapku. Aku meminta maaf kepada Kayla karena telah
membuatnya kecewa.
“Maaf kan aku Kayla, Aku terlalu
sibuk menemani zain. Aku juga lupa dengan janjiku, Sekali lagi aku minta maaf
Kayla,” ucapku lirih.
“Ya, aku juga minta maaf Alvia, aku
terlalu egois. Aku hanya memikirkan kebahagianku tanpa pernah sadar bahwa
sahabatku juga ingin bahagia. Tidak apa-apa jika kau ingin menemani zain,” ujar
Kayla.
“Lupakan soal zain. Aku akan
menganggap zain sebatas teman tidak lebih,” tambahku
Hari itu adalah hari yang menguras
emosiku. Aku dihadapkan dengan masalah yang begitu rumit. Disatu sisi aku
memiliki sahabat yang sangat baik, disisi lain aku juga memiliki seseorang yang
aku sukai. Aku harus bagaimana, memilih sahabat atau seseorang yang aku cintai.
Kudapati sebuah jawaban, bahwa aku harus memilih sahabat. Karena sahabat adalah
orang yang selalu ada untukku. Lagi pula jika aku memilih zain, aku akan patah
hati dikemudian hari
Tidak ada komentar